JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menegaskan pentingnya penguatan mainstreaming human rights sebagai fondasi pembangunan peradaban Indonesia yang maju menjelang 2045.
Upaya ini ditujukan untuk membentuk cara berpikir kritis yang menjunjung tinggi hak asasi setiap warga negara.
Menurut Pigai, tanpa persiapan yang matang, akselerasi pembangunan HAM tidak akan optimal. “Kalau hari ini, kita tidak mempersiapkan diri, tentu tidak ada akselerasi. Oleh karena itulah, Kementerian HAM membangun mainstreaming human rights,” ujarnya dalam peringatan Hari HAM Sedunia ke-77 di Jakarta.
Penguatan ini bukan hanya menjadi upaya internal, tetapi juga strategi untuk memperkuat seluruh perangkat kenegaraan dalam penerapan HAM secara berkelanjutan. Setiap langkah yang dilakukan diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara pemulihan hal yang rusak dan mempertahankan praktik baik yang sudah ada.
Membangun Kapasitas dan Kinerja Lembaga
Pigai menekankan bahwa mainstreaming human rights dapat meningkatkan kapasitas pembangunan HAM di berbagai lembaga negara. Dalam lima tahun pertama, fokus diarahkan pada pemulihan dan penguatan lembaga agar siap menghadapi tantangan mendatang.
“Yang rusak, kita recover, perbaiki. Yang baik, kita pertahankan, maintance,” kata Pigai. Langkah ini menjadi fondasi bagi akselerasi berikutnya hingga 2034, di mana Indonesia diharapkan mampu mempengaruhi pembangunan HAM di tingkat kawasan, hingga akhirnya menjadi pemimpin global di dewan HAM PBB.
Selain itu, penguatan lembaga negara melalui Kementerian HAM juga menekankan pentingnya strategi jangka panjang. Pigai menegaskan bahwa pengembangan kapasitas harus dilakukan secara berjenjang, dari tingkat nasional hingga internasional, agar Indonesia mampu memimpin di tingkat dunia secara konsisten.
Strategi Menuju Kepemimpinan Global
Untuk mencapai posisi pemimpin HAM di dunia, Pigai menyoroti perlunya memperkuat epistemologi, onkologi, dan aksiologi dalam implementasi hak asasi manusia. Strategi ini bertujuan agar para pemimpin negara memiliki pemahaman yang mendalam dan mampu mengambil keputusan yang berpihak pada HAM.
“Bagaimana mungkin kita leading di tingkat dunia, kalau pemimpin-pemimpin, tidak prominent dalam demokrasi, dan hak asasi manusia,” ucapnya. Menurut Pigai, kepemimpinan global dalam HAM hanya mungkin dicapai jika setiap tindakan dan kebijakan domestik menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi.
Langkah-langkah strategis ini juga diarahkan untuk membangun pemikiran kritis warga negara mengenai HAM, sehingga seluruh lapisan masyarakat memahami pentingnya hak asasi dan ikut berperan dalam penguatan peradaban bangsa.
Visi Peradaban Indonesia 2045
Pigai menegaskan bahwa tujuan akhir dari penguatan mainstreaming human rights adalah menyiapkan Indonesia menjadi negara yang memimpin dunia pada 2045. Ia menekankan perlunya keberanian dalam mengambil keputusan dan mendorong inovasi dalam penerapan HAM.
“Kita bangun, kita berkuat peradaban-peradaban, berpikir tentang hak asasi manusia. Kita juga perkuat akselerasinya adalah untuk mempersiapkan agar tahun 2045, Indonesia memimpin dunia. Jangan takut-takut,” katanya.
Melalui visi ini, Kementerian HAM berharap dapat menanamkan kesadaran universal tentang hak asasi manusia dalam seluruh aspek pembangunan, baik di sektor publik maupun privat. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya menjadi acuan nasional, tetapi juga menjadi teladan bagi negara lain dalam membangun peradaban yang berlandaskan HAM.
Penguatan human rights juga dimaknai sebagai upaya membentuk budaya politik yang sehat, memperkokoh demokrasi, dan meningkatkan kualitas kepemimpinan di semua tingkat pemerintahan. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan global dan memperkuat posisi dalam berbagai forum internasional terkait HAM.